Bersahabat dengan stres

Jaman berubah, tuntutan hidup semakin tinggi, dan stres melanda. Stres saat ini menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan tidak memilih usia, jenis kelamin, ataupun profesi. Oleh sebab itu dibandingkan mencoba menghindari atau memusuhi stres, mungkin lebih baik bila kita mengenali stres lebih dekat sehingga dapat mengatasinya. Dalam bidang medis telah dilakukan berbagai penelitian yang menyoroti kaitan antara daya tahan tubuh kita (sistem imun dalam tubuh) dengan kondisi stres secara psikologis. Bidang ini dikenal sebagai psikoimunoendokrinologi. Artikel ini diharapkan dapat membantu pembaca awam dalam memahami hal-hal terkait stres, dampaknya pada tubuh, hingga bagaimana mengatasi stres sederhana.

Apakah stres itu?
Sebetulnya apakah stres itu? Stres merupakan reaksi peringatan bahaya pada tubuh baik secara fisik maupun secara psikologis. Secara fisik stres umumnya bersifat objektif yaitu hampir sama untuk semua orang namun secara psikologis stres bersifat lebih subjektif yaitu tergantung persepsi masing-masing orang. Stres dalam kadar tertentu diperlukan oleh tubuh sehingga tubuh dapat berespon dengan benar untuk mengantisipasi bahaya. Respon ini dikenal sebagai respon “fight” (bertahan dan berjuang) atau “flight” (melarikan diri dari bahaya). Hal yang memicu timbulnya stres dikenal sebagai stresor.

Dalam kondisi stres baik psikis maupun fisik, otak akan memicu pengeluaran faktor stres. Faktor stres kemudian akan mempengaruhi beberapa kelenjar dalam tubuh untuk mengeluarkan hormon stres di dalam tubuh. Hormon stres ini diperlukan untuk mencegah terjadinya kerusakan dan mempersiapkan suatu aksi tertentu untuk melindungi tubuh. Hormon stres yang banyak beredar di dalam tubuh bernama kortisol yaitu hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar anak ginjal. Hormon stres kortisol akan memicu sistem persarafan simpatis yaitu sistem saraf yang bertanggung jawab dalam meningkatnya denyut jantung dan laju pernapasan, meningkatnya tekanan darah, relaksasi otot usus, membesarnya ukuran pupil mata, hingga meningkatnya kadar gula darah dalam tubuh.

Reaksi stres

Dalam jangka waktu yang diperlukan, yaitu selama tubuh memerlukan untuk mempertahankan dirinya, reaksi stres ini diperlukan namun bila stres berlangsung dalam jangka waktu panjang dan dibiarkan terus berlangsung maka di sini dapat timbul masalah-masalah fisik dari taraf ringan sampai berat. Stres fisik umumnya hanya menimbulkan reaksi stres yang singkat karena biasanya lebih disadari sementara stres psikologis sering kali menimbulkan reaksi stres berkepanjangan karena biasanya lebih sulit disadari atau pada suatu waktu kemudian disangkal oleh yang mengalaminya. Sementara baik stres fisik maupun psikis tetap memicu reaksi stres di dalam tubuh itu tadi meskipun disangkal oleh yang mengalaminya.

Kerusakan atau gangguan fisik yang dapat timbul pada tubuh ini dapat bervariasi, mulai dari menurunnya sistem pertahanan tubuh hingga orang tersebut menjadi sangat mudah sakit, gangguan metabolisme di dalam tubuh, hingga penyakit serius seperti munculnya perdarahan di berbagai organ tubuh. Cukup banyak penelitian kedokteran menyebutkan korelasi yang kuat antara kondisi stres yang tinggi dan berkepanjangan dengan penyakit berat seperti jantung dan kanker.

Salah satu kondisi yang umum terjadi dan sering dikonsultasikan pada bagian psikiatri adalah orang-orang yang tekanan darah atau kadar gula darahnya terus-menerus tinggi meski sudah diberikan dan minum berbagai macam obat antihipertensi atau obat-obat diabetes.

Seberapa berbahaya stres yang tidak berusaha diatasi
Saya menulis artikel ini dengan harapan agar banyak orang tidak menyepelekan stres psikis dibandingkan problema fisik. Kasus ini saya tangani sendiri di salah satu rumah sakit swasta tempat saya bekerja dahulu. Suatu hari di bulan Februari tahun ini, saya mendapatkan konsul dari bangsal rawat inap Anak. Kasusnya adalah seorang anak remaja berusia 13 tahun, dirawat sudah 3 kali di rumah sakit dengan riwayat BAB berulang hingga kadar hemoglobin yaitu zat pengikat oksigen di darah sangat drop dan membahayakan pasien. Darah yang keluar sering berwarna hitam sehingga dokter anak yang merawat memperkirakan bahwa perdarahan berasal dari saluran cerna bagian atas (lambung). Sudah dilakukan berbagai pemeriksaan laboratorium, CT Scan area perut, dan berbagai pemeriksaan canggih lainnya namun hasilnya semua normal. Sudah diperiksakan juga ke bagian hematologi yang khusus menangani masalah pada darah dan hasilnya pun normal. Karena sudah putus asa, orang tua si anak kemudian minta kepada dokter anak yang merawat untuk konsul ke psikiater. Mereka merasa jangan-jangan ada kaitannya stres psikis dengan kondisi perdarahan yang terjadi pada anak mereka. Kasus perdarahan ini selalu berulang setiap si anak mengalami stres hebat di sekolah, entah mau ulangan kenaikan kelas, dan tes-tes lainnya. Akhirnya saya memeriksa pasien. Dari pemeriksaan terlihat sekali anak ini sangat pencemas, depresi atipikal, dan sangat perfeksionis dan dia terbiasa untuk bersikap tidak boleh gagal. Orang tuanya pun sangat menekankan mengenai prestasi belajar di sekolah dan sangat bersifat menuntut. Saya melakukan psikoterapi pada si anak dengan mengurangi sikap perfeksionistik serta penerimaan si anak terhadap kegagalan dan anti depresan rutin selama sekitar tujuh bulan. Pada orang tua pun saya menekankan pentingnya bersikap suportif, memodifikasi perilaku mereka untuk mengurangi sikap menekan dan menjadi stresor bagi si anak. Selama masa itu, terlihat perubahan cukup signifikan dan ketika musim ujian atau saat ia stres dengan kondisi lingkungan, si anak sudah tidak pernah lagi mengalami perdarahan sama sekali. Saya sendiri cukup banyak belajar dari kasus ini dan melihat betapa bahayanya stres yang dibiarkan berkelanjutan.

Cara sederhana berhadapan dengan stres
Baiklah, sebelum stres menyebabkan gangguan fisik maka ada baiknya kita belajar bagaimana mengatasi stres dengan cara-cara sederhana. Yang pertama bisa dilakukan adalah istirahat dengan teratur. Pada penelitian telah dibuktikan bahwa orang yang kurang istirahat cenderung lebih mudah stres dibandingkan orang yang cukup dalam istirahatnya. Yang kedua, mengembangkan sikap antisipasi, misalnya mempersiapkan diri untuk rapat dan liburan dengan benar atau hal-hal lainnya. Ketiga mengerjakan hobi, karena mengerjakan kegiatan yang disukai terbukti dapat memicu hormon endorfin di dalam tubuh dan hormon ini dapat menenangkan dan merilekskan tubuh secara alami.

Kapan perlu bantuan?
Mengatasi stres sebetulnya merupakan ketrampilan yang dapat dikembangkan oleh setiap orang dengan latihan dan pengalaman. Bila mana sudah mencoba mengatasi stres sendirian namun stres tetap berlangsung maka sebaiknya mencari orang lain untuk menceritakan problema kita karena penelitian menunjukan bercerita tentang masalah yang dihadapi dapat menurunkan tingkat stres secara signifikan. Bila mana hal ini belum cukup maka barulah mencari bantuan profesional sebelum stres mengakibatkan gangguan fisik dan psikis. Kiranya artikel ini dapat memberikan tambahan pengetahuan dan manfaat dalam mengenali dan menatalaksana stres.

Oleh: dr.Fransiska Irma,SpKJ

4 comments

  1. Ada pertanyaan bu ? Ini saya dulunya susah tidur ppunya msalah . Stlh sllse msalah bru bsa tdr . Suatu saat , ktka mau tdr di kagetkan . Penyakit susah tdr itu jadi kena lg .soalnya Setiap mau tdr tkut ssh tdr ?bagaimana cara nya supaya bsa tdr dengan lelap dok ? Tolong kasih jwabnyya ..

    1. Dear susilla,

      Maaf sekali karena jawaban saya ini mungkin terlambat akibat terbengkalainya blog ini karena kesibukan saya. Saya baru sempat membalas pertanyaan-pertanyaan yang masuk hari ini. Susah tidur merupakan suatu kondisi yang sangat mengganggu untuk sebagian besar orang. Ada hal-hal yang dapat membantu untuk mengurangi susah tidur, yang dikenal sebagai sleep hygiene. Beberapa yang dapat saya tuliskan di sini: gunakan ventilasi yang cukup, jangan minum kopi atau teh sebelum waktu tidur, redupkan lampu bila mana perlu, tidak naik ke tempat tidur bila belum mengantuk, tidak membuat jadwal tidur yang ketat.
      Susah tidur juga dapat ditimbulkan akibat pikiran “pasti nanti susah tidur” atau” takut susah tidur”. Pikiran-pikiran ini dapat dialihkan dengan beberapa teknik, misalnya mencoba mendengarkan suara yang monoton saat sudah ada di tempat tidur, misalnya bunyi detik jam, bunyi suara tetesan air, dan sebagainya.

      Salam,

      dr.Irma

Pesan Anda